Nrimo?

Perempuan identik dengan subordinasi.
Turun temurun dari entah kapan.
Dipelihara bagai anak kandung sendiri.
Dipandang biasa oleh peradaban.

Namun itu sudah kadaluarsa harusnya,
ketika RA Kartini mendobrak pemikiran tersebut dengan perginya Beliau ke sekolah,
dengan pandainya Beliau baca tulis,
dengan gigihnya Beliau menentang paradigma masyarakat pada masa itu.
Atau ketika perempuan-perempuan lainnya sebelum dan sesudah Kartini
dengan lantang membenci subordinasi.
Harusnya punah sudah.

Tidak sepatutnya hal tersebut dialami kembali oleh para perempuan modern,
diperdayai,
dibodohi,
dinodai,
dilukai,
Tidak.

Tamatkan sekolah kalian setinggi kalian mau,
kejarlah keberhasilan kalian,
sudahi kemalasan kalian memperbaiki hidup,
Nrimo?
Tuhan tidak pernah mengatakan jika kita harus "nrimo"..
Tapi berdoa dan berusaha.
Nrimo itu untuk orang yang putus asa.
Nrimo, menerima.
Terimalah takdir kita bahwa kita adalah perempuan luar biasa.
Manusia dengan derajat yang sama dengan manusia lain.
Jadilah sebaik-baiknya manusia.
Jadilah semulia-mulianya perempuan.

Komentar

Postingan Populer