DIAM

Ayahnya selingkuh. Ibunya pasrah. Hanya bisa menangis dan mencari cara untuk menenangkan diri. Remuk sekali hati ibunya, itu pasti. Malaikat pun pasti merasa iba menyaksikan perempuan 55 tahun itu memendam perih sendiri. Tertindas, terpedaya, terjerembab, terkhianati, tersedak rasa frustasi. Ibunya bingung, kalang kabut, tak keruan perasaanya. Dila tak ada daya untuk menolong ibunya. Tak berani mengeluarkan gagasan untuk menyelesaikan masalah ibunya. Ibunya juga tidak ada kekuatan untuk memprotes keadaan ini kepada ayahnya. Ibunya terlalu menerima. Dila pun ikut menerima. Padahal ayah dan ibunya sudah menikah selama 28 tahun. Namun setelah 28 tahun ayahnya malah selingkuh. Bagaimana bisa ibunya menghadapi ini? Yang seharusnya semakin tua usia penikahan, maka semakin eratlah rasa cinta kepada pasangan. Tapi ini tidak begitu.
Lalu, bagaimana juga Dila hanya bisa melongo dan pasrah menerima derita ibunya? Padahal hati ibunya sudah tertindas.
Tidakkah Dila juga merasa bahwa dia adalah wanita yang kelak mungkin saja mendapat perlakuan yang sama dari suaminya?
Mengapa Dila tidak bertindak?
Mengapa Dila tidak protes kepada ayahnya?
Apa karena ibunya juga tidak bertindak dan tidak protes makanya Dila melakukan hal yang sama?
Itu tidak adil!
Ayahnya telah berselingkuh selama berbulan-bulan dan setelah tertangkap basah ibunya hanya bisa sesengukan tanpa bertindak apa-apa. Ibunya hanya mampu meratap dan bertanya 'mengapa' padahal itu adalah kebodohan wanita yang tiada tara. Harusnya ibu Dila mengajukan perceraian, perpisahan, atau perselingkuhan agar adil. Mengapa mereka malah diam saja ketika ditindas? Mana perjuangan atas harga diri mereka?
 Dimana kebanggaan meraka atas R.A Kartini dengan emansipasi wanitanya?

Keluarga Dila memang boleh dikatakan berkecukupan. Ayahnya adalah seorang pengusaha batik yang sukses. . Ibunya adalah seorang penjual siomay yang sudah punya warung sendiri dirumahnya. Mereka adalah kombinasi sempurna dari sebuah rumah tangga yang ideal secara ekonomi. Mampu menyekolahkan Dila sampai perguruan tinggi sampai sekarang Dila adalah seorang mahasiswa semester akhirnya yang sebentar lagi akan merampungkan skripsinya. Seharusnya ini membanggakan. Wanita-wanita ini sudah bisa merasakan kebebasan dalam memdapatkan pendidikan dan kesempatan bekerja. Tidak seperti zaman dulu saat wanita adalah kaum pingitan. Tidak lagi harus bergantung kepada lelaki, ayah, atau suami. Namun ternyata status Dila yang seorang mahasiswa tidak mampu membuatnya berani berontak melawan ketidakadilan yang dilakukan ayahnya. Dan ibunya, yang walaupun sudah bisa mandiri secara ekonomi tidak bergeming untuk menggugat suaminya. Mungkin karena mereka memandang sosok lelaki dengan berlebihan, sehingga tidak wajar jika mereka melakukan protes. Pada akhirnya mereka hanya bisa diam saja. Tidak ekspresif apalagi agresif. Menjadi permisif. Semua dianggap angin lalu yang akan lewat begitu saja tanpa meninggalkam bekas. Padahal itu kesalahan besar yang sering dilakukan wanita.

Hari-hari berlalu tanpa ada pemberontakan. Ayahnya bisa tenang. Ibunya tidak pernah menang. Dila hanya bisa menemani ibunya melewati hari-hari penuh kemunafikan. Hati kecilnya ingin melawan, namun terbentur rasa malu dan takut jika aib itu diketahui tetangga-tetangga rumahnya. Norma masyarakat pasti mencibir keluarga Dila jika itu terjadi. Sehingga bungkam adalah jalan terbaik walaupun harga dirinya sebagai wanita berceceran. Lantaran libur semester, Dila pun hanya sanggup melewati hari-hari dengan membantu ibunya berjualan siomay.
Mereka tetap terluka.
Mereka tetap berusaha tegar.
Mereka sukarela menopang ketidakadilan.
Dan hari-haripun berlalu. Sampai akhirnya ayahnya berselingkuh lagi.
Dila diam...
Ibunya menangis lagi, lalu diam...
Mereka diam...
Diam.

Komentar

  1. si tokoh utamanya terlalu diam..IMO, kurva ceritanya turun.. :( hoho..

    anw,gaya bahasanya asyik,tp sblm dipublish dibaca lagi buu..biar ga byk misspelling yaa.. :)

    again, keep writing.. ^^

    BalasHapus
  2. IMO apa ya buu?
    hahahaha
    iya nii, aku ngasi klimaksnya di awal...
    maksudku biar paragraf terakhir yg djadiin bahan renungan...
    biar beda aja,, eh malah jadii aneh ya??

    aduuhh,, mana yg misspelling mit???
    bentar-bentar ak liat lagii

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga bukan kisah nyata-muu... aamiin..

      In my opinion, mbakyuuu... :D

      Hapus
  3. sebenernya,, ya terinspirasi dari kisah orang..
    ahahahaha

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer