Jadilah Warga Negara Yang Baik Pada Waktunya

Akhirnya ada juga yang diposting. Sudah beberapa waktu absen menjenguk blog nista ini karena harus membenahi beberapa kericuhan dihidup saya, tapi finally i have a reason to return here. Jadi begini, minggu lalu Jawa Tengah baru saja meyelenggarakan pilkada. Pemilihan Gubernur. Seperti pilkada pada umumnya, gegap gempita kampanye-kampanye mewarnai kehidupan politik negara kita dengan warna merah, kuning, biru, hijau, dan sebagainya. Mulai dari kampanye ditiang listrik, pohon, tembok warung kecil, gerobak bakso, sampai televisi semua tidak luput dari incaran para penggagas kampanye. Walaupun sebentar, setidaknya ada warna lain yang hadir dalam perpolitikan dinegara ini yang sebelumnya berwarna hitam pekat. Dan itu bisa jadi merupakan kabar baik. Toh, hidup itu kan harus berwarna.

Berhubung sebentar lagi saya jadi warga Jawa Tengah, maka seharusnya saya memenuhi hak saya untuk memilih calon gubernur Jateng. Tapi pada akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut memilih. Alasannya? Banyak. Tapi, seumpama dikerucutkan jadi tinggal dua alasan penting saja. Pertama, karena KTP saya sudah kadaluarsa dan masih dalam proses. Kedua, karena saya merasa belum yakin untuk ikut berpartisipasi dalam proses pilkada ini. Lantaran yang sudah-sudah, seperti yang kita tahu, rawan dimanipulasi. Lantas, bagaimana atau apa yang harus saya percaya jika mode pemilihan kepala daerah atau pemilihan kepala-kepala yang lain tidak jujur. Inilah yang memberatkan saya untuk memenuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik. Bolehlah dikatakan kalau saya ini memang bukan warga negara yang baik, saya tidak menggunakan hak dan kewajiban saya sebagaimana mestinya. Tapi tunggu dulu, pernyataan saya ini berkaitan dengan pertanyaan 'apakah pemerintahan negara ini sudah baik sehingga saya harus susah payah menjadi warga negara yang baik?'. Bukanlah sepenuhnya menjadi salah saya jika ternyata saya berubah menjadi warga negara yang tidak baik. Juga bukan berarti saya tidak ingin menjadi warga negara yang baik, karena saya sangat memimpikan bisa berpartisipasi dalam pemilihan apapun. Juga sangat menantikan saat ketika saya rela mengantri demi untuk mencoblos gambar pemimpin idaman saya didalam bilik kecil dengan perasaan bahagia, bangga, dan lega. Saya juga merindukan panorama orang-orang berbondong-bondong mendatangi TPS dengan sukacita, membicarakan tentang betapa tidak sabarnya mereka untuk masuk ke bilik dan memilih idola mereka. Maka, bukannya saya mengingkari untuk menjadi warga negara yang baik namun memang keyakinan saya belum teguh untuk menuju kesitu. Sehingga tidaklah heran jika sekarang banyak orang yang datang ke TPS hanya untuk mengisi waktu luang saja, karena sedang tidak ada kerjaan makanya datang. Mungkin saja, bisa jadi.

Dalam opini saya, sudah barang tentu banyak juga yang mengalami hal seperti saya ini. Bersikap seolah antipati terhadap perhelatan pilkada atau pemilu atau pemilihan-pemilihan yang lain, padahal sebenarnya mereka hanya belum menemukan alasan yang tepat saja untuk percaya pada mode pilkada dinegeri ini. Saya jadi teringat pada sebuah lagu dari sebuah band yang menjadi favorit saya. Lirik lagu ini berisikan kritikan tentang ketidakpercayaan terhadap sistem pemerintahan negeri ini. Tentang mosi tidak percaya.. Tentang masyarakat yang marah karena pemerintahnya tidak amanah. Juga tentang bagaimana politik uang  sudah menjadi budaya dalam sistem pemerintah. Sila maknai sendiri lirik lagu Mosi Tidak Percaya dari Efek Rumah Kaca.

"Ini masalah kuasa, alibimu berharga
kalau kami tak percaya, lantas kau mau apa?

kamu tak berubah, selalu mencari celah
lalu smakin parah, tak ada jalan tengah

pantas kalau kami marah, sebab dipercaya susah
jelas kalau kami resah, sebab argumenmu payah

kamu ciderai janji, luka belum terobati
kami tak mau dibeli, kami tak bisa dibeli

janjimu pelan pelan akan menelanmu

ini mosi tidak percaya, jangan anggap kami tak berdaya
ini mosi tidak percaya, kami tak mau lagi diperdaya
"



Dengan kutipan lirik lagu diatas, beginilah saya memaknai demokrasi dengan lugu. Bahwa, katanya, demokrasi adalah perkara kebebasan. Kebebasan dalam memilih atau tidak memilih. Percaya atau tidak Maka saya memilih percaya untuk tidak memilih. Tak lupa saya katakan bahwa saya salut kepada orang-orang yang sudah berani serta percaya untuk memilih dan menemukan makna demokrasi dinegeri ini. Saya ucapkan selamat!  Semoga sudah benar-benar paham, bukan hanya sekedar basa-basi. Kalau saya, masih menunggu waktu yang tepat untuk menjadi warga negara yang baik dinegeri yang (katanya) demokratis ini.





DAFTAR PUSTAKA

http://musiklib.org


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer